Dilema Penurunan Suku Bunga
Sejak krisis keuangan global, perkembangan inflasi dunia telah mengalamai penurunan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut menyebabkan hampir sebagian negara melakukan kebijakan penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga tersebut juga diikuti Bank Indonesia (BI) secara bertahap. Bahkan telah menyentuh 6,5% pada Agustus 2009. Selain karena rendahnya inflasi, pemerintah berharap penurunan suku bunga dapat dikun perbankan, sehingga ekspansi kredit berjalan lebih cepat.Akan tetapi, sayangnya setelah beberapa waktu BI menurunkan suku bunganya (BI rate), belum dapat diikuti penurunan suku bunga kredit perbankan. Sulitnya perbankan menurunkan suku bunga disebabkan derasnya likuiditas yang masuk hanya pada beberapa bank saja, itupun sifatnya jangka pendek (hot money).
Sehingga masih terjadi masalah likuiditas di sebagian bank. Akibatnya sejumlah bank terpaksa hanismencari sumber likuiditas dari dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) dengan menjanjikan suku bunga yang tinggi.
Menurut Komisaris Bank Rakyat Indonesia Aviliani, keadaan itu menyebabkan kreditur-kreditur besar sangat berperan dalam menentukan suku bunga. Art inya para deposan lebih memilih bank yang menjanjikan suku bunga deposito tinggi. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa bank sulit menurunkan suku bunganya yang ber-banding lurus dengan BI rate.
Dalam hal ini, tentunya posisi tawar perbankan menjadi lemah di hadapan para deposan. Sebab, jika bank "berani" menurunkan suku bunga yang disesuaikan dengan penurunan BI rate, dikhawatirkan para deposan akan hengkang ke bank lain untuk mengalihkan dananya atau lebih memilih instrumen keuangan lain, misalnya Surat Utang Negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Berharga Negara (SBN) yang dikeluarkan pemerintah. Faktor ini pula yang menyebabkan suku bunga kredit perbankan lam-bat untuk turun secara signifikan.
Akibatnya, debitur masih banyak menunggu turunnya bunga kredit. Kondisi ini menyebabkan para pelaku usaha menunda melakukan ekspansi. Efek domino dari kondisi ini menyebabkan lapangan kerja baru juga terhambat. Yang pada akhirnya mempengaruhi performa ekonomi.
Disampingitu,tidakadanya perubahan kebijakan likuiditas, dalam hal ini yang dilakukan BI, dimana bank sentral ini tidak diperbolehkan mengucurkan kredit likuiditas BI (KLBI), maka keadaan likuiditas tidak mengalami perubahan termasuk suku bunga. Sekalipun BI akan memberikan sanksi terhadap per-, bankan yang melanggar kesepakatan. Ditambah lagi dengan pengeluaran obligasi pemerintah yang bunganya jauh di atas BI rate.
Bank-bank yang mencari likuiditas saat ini hanya berusaha memenuhi target likuiditas semata. Sementara, bank menerapkan bunga tinggi terhadap kredit mengakibatkan penyaluran kredit tersebut ke setor usaha terhambat. Para pelaku usaha enggan menerima kredit dari bank dengan suku bunga yang tinggi. Pada akhirnya, kondisi ini akan mengakibatkan modal perbankan tergerus. Dan tidak menutup kemungkinan perbankan akan masuk dalam kategori penyehatan. Sebab, bank hanya akan terbebani membayar kewajiban bunga deposito, tanpa mampu mendapatkan revenue dari bunga kredit.
Karena itu, sanksi tidak bisa diterapkan, jika tidak ada kebijakan perbankan yang memaksa perbankan untuk menurunkan suku bunga. Langkah yang harus diambil BI adalah, pertama menjalankan fungsinya dalam pemberian KLBI. Oleh karena itu UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang ada dalam waktu dekat harus disahkan DPR. Kalau pun ada keta kuatan BI akan meng-
alami masalah, seperti BLBI, hal itu rasanya tidak perlu dikhawatirkan. Karena pengawasan BI sejak 1998 hingga sekarang ini jauh lebih ketat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kedua,pemerintahdal am waktu satu tahun ke depan sebaiknya tidak mengeluarkan obligasi untuk menutupi kekurangan dana APBN.Karena akanada perebutan dana masyarakat antara perbank-an dengan pemerintah. Untuk itu, harus dikeluarkan Perpu, agar pemerintah bisa meminjam langsung ke BI, dengan bunga yang lebih rendah.Artinya,dengan proses peminjaman langsung ke BI bisa menggantikan obligasi yang selama ini diandalkan pemerintah. Ketiga, apabila dua jalan tersebut sudah dijalankan, BI bisa memberikan sanksi, apabila perbankan memberikan bunga pinjaman diataskesepakatan.
Sementara itu, menurut Kepala BiroStabilitasSistemKeuangan BI Wimboh Santoso, lambatnya respon penurunan suku bunga kredit oleh perbankan disebabkan appetite pada pendapatan yang tinggi para deposan. Dalam penje-lasannya.Wim boh mengatakan suku bunga kredit perbankan merupakan hasil dari berbagai pertimbangan oleh menejemen bankuntuk menjalankan perannya agar perusahaan tetapdapat menjalankan misinya.
Memang sulit dipercaya oleh pemilik bahwa bank ini bukan semata-mata untuk mencari untung mengingat bank ini menggunakan dana masyarakat yang jumlahnya lebih besar dari dana dari pemilik bank itu sendiri. Dana masyarakat yangadadiharapkanakandapatdi manfaatkan untuk pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.
Kalau hanya fokus pada tujuan mencapai keuntungan, maka bank akancendurungmenggunakan dana masyarakat untuk aktivitas yang menghasilkan pendapatan besar dan biasanya juga mengandung risiko yang cukup besar sebagaimana yang terjadi dalam transaksi di pasar keuangan yang sifatnya spekulatif.
Artinya, kalau bank hanya sekedar mencari keuntungan maka perannya akan menjadi sama dengan perusahaan swasta lainnya yang tidak diperkenankan untuk menghimpun dana masyarakat. Pertumbuhan yang terhambat karena tidak berfungsinya intermediasi maka secara jangka menengah dan panjang akan merugikan semua pihak termasuk semua industri yang pada saat ini bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Memang, dalam penentuan suku bunga kredit seharusnya sangat berkaitan dengan peran perbankan bukan saja dalam menjalankan perannya. Para pemilik dan pengurus bank sudah paham sejak awal sebelum memutuskan akan berkecimpung dalam industri perbankan bahwa akan banyak regulasi yang dikeluarkan oleh pemangku kebijakan yang bertujuan untuk mengarahkan bagi perbankan untuk dapat menjalankan peran sebaik-baiknya untuk mendukung pertumbuhan serta mendapatkan keuntungan dengan ba tas risiko yang wajar.
Sebenarnya, kebijakan penurunan suku bunga deposito bank ini tidak selalu disambut baik deposan kalau masih ada tawaran produk perbankan atau non-perbankan yang ditawarkan yangmenjanjikan pendapatan yang lebih tinggi. Selama dana tersebut masih di bank atau lembaga keuangan non-bank domestik, maka belum akan berpengaruh kepada jumlah dana masyarakat diperbankan karena hanya akan terjadi perpindahan kepemilikan yang tadinya oleh nasabah deposan menjadi beralih ke rekening meneger investasi. Namun kalau oleh nasabah atau menejer investasi tersebut ditanamkan kedalam instrumen berupa off-shore product, maka bisa menimbulkan aliran dana valuta asing keluar dari Indonesia. Kondisi demikian bisa menimbul an naiknya permintaan terhadap dolar AS. Apabila supply di pasar mencukupi maka masih tida akan mengganggu likuiditas rupiah, namun kalau supply dipas tidak mencukupi dan banksent harus intervensi, maka likuidita rupiah akan masuk ke BI dan dap menimbulkan kekeringan likuid tas rupiah di perbankan. Kondis ini akan mirip sebagaimana yang terjadi pada situasi di bulan Sep-tember-Nopember 2008.
Untuk itu, kesadaran para nasabah agar tidak terlalu tergiur dengan pendapatan yang tinggi dalam situasi tekanan ekonomi global ini sangat penting untukdapat mendorong penurunan suku bunga deposito, yang pada akhirnya dapat memicu penumnan suku bunga kredit. Peran perbankan sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada nasabah atas risiko yang dihadapiapabila berinvestasi dalam produk yang men-jajikan pendapatan yang tinggi karena akan mengandung risiko yang tinggi pula. Upaya bank dalam meningkatkan efisiensi dengan menggunakan tehnologi dan SDM yang kompeten akan dapat membantu bank dalam memberikan service dengan biaya yang lebih murah dan pada akhirnya dapat menurunkan suku bunga kredit. Kita mas ih tetapberharapagar jeda waktu penurunan suku bunga kredit dengan penurunan BI rate ini semakin pendek.
sumber : http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=10113:dilema-penurunan-suku-bunga&catid=91:berita