Manusia sejak dilahirkan akan berhadapan dengan
lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang
dilakukan oleh manusia diawali dengan penyesuaian secara fisiologis, yang
dikenal dengan adaptasi. Bayi yang baru lahir akan menangis, karena ia dituntut
untuk bernafas, dan berfungsinya organ-organ tubuh. Pada dasarnya manusia telah
diberikan kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Sistem
yang mengatur proses adaptasi ini disebut dengan homeostatis, bagaimana mata
berkedip ketika ada debu yang masuk ke dalam mata, pori-pori mengeluarkan
keringat ketika tubuh kepanasan. Sistem homeostatis ini merupakan usaha tubuh
untuk beradaptasi dan mengembalikan keseimbangan tubuh. Tetapi manusia seiring
dengan perkembangannya, tidak hanya membutuhkan adaptasi, juga dituntut untuk
mampu menyesuaikan diri secara psikologis yang sering disebut
dengan ‘adjustment’ (penyesuaian diri). Ahli Psikologi mendefinisikan
penyesuaian diri (adjustment) sebagai usaha individu dalam mengatasi
kebutuhan, ketegangan, frustrasi serta konflik dan tercapainya keharmonisan
antara tuntutan diri dan lingkungan dengan melibatkan proses mental dan
perilaku. Jadi dalam penyesuaian diri (adjustment) terdapat dua bentuk
proses, yaitu proses mental/psikologis dan perilaku.
Manusia sejak lahir telah
dihadapkan dengan lingkungan, yang menjadi sumber stres. Cara-cara yang
dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress) beranekaragam, dan
keberhasilan dalam penyesuaian diri pun beranekaragam. Bagi mereka yang
berhasil menyesuaikan diri, maka akan dapat hidup dengan harmonis, tetapi bagi
mereka yang gagal akan mengalami maladjustment yang ditandai dengan
perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan
atau gangguan yang lain (psikotik, neurotik, psikopatik). Stres terjadi
apabila seseorang mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia
mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan
ia tidak mampu mengatasinya. Dalam menghadapi stres ini akan sangat dipengaruhi
oleh individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan
kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.
Tindak kriminal,
penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika adalah contoh dari kegagalan dalam
penyesuaian diri terhadap tekanan dan frustrasi yang dialami dari lingkungan.
Karena tuntutan dari kemiskinan yang dideritanya, seorang individu mampu
melakukan tindak kriminal seperti menodong, mencuri, bahkan membunuh. Begitu
pula dengan perubahan yang dialami oleh seseorang dalam lingkungannya,
perubahan tersebut akan menjadi sumber stres, dan ia dituntut untuk
menyesuaikan diri sehingga terbentuk kembali keharmonisan antara kebutuhan
dirinya dan tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri yang baik (good
adjustment) adalah apabila seseorang menampilkan respon yang matang,
efisien, memuaskan, dan wholesome. Yang dimaksud dengan respon yang
efisien adalah respon yang hasilnya sesuai dengan harapan tanpa membuang banyak
energi, waktu atau sejumlah kesalahan. Wholesome maksudnya adalah respon
yang ditampilkan adalah sesuai dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan
sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan.
Penyesuaian diri bersifat
relatif, karena tidak ada orang yang mampu menyesuaikan diri secara sempurna.
Alasan pertama penyesuaian diri bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas
seseorang dalam mengatasi tuntutan dari dalam dan dari lingkungan. Kapasitas
ini bervariasi antara setiap orang, karena berkaitan dengan kepribadian dan
tingkat perkembangan seseorang. Kedua adalah karena kualitas penyesuaian diri
bervariasi antara satu masyarakat atau budaya dengan masyarakat atau budaya
lainnya. Dan terakhir adalah karena adanya perbedaan-perbedaan pada setiap
individu, setiap orang mengalami masa naik dan turun dalam penyesuaian diri.